Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring meminta
operator telekomunikasi di Indonesia untuk memeriksa jaringan karena ada
kekhawatiran, jaringan tersebut dipakai untuk menyadap pejabat Indonesia oleh
Pemerintah Australia.
Pada Kamis (21/11/2013), di kantor Kemenkominfo di Jakarta, Tifatul menggelar rapat dengan petinggi perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Ia meminta perusahaan telekomunikasi memeriksa dan mengevaluasi ulang seluruh sistem keamanan jaringan.
"Kami instruksikan mereka untuk memeriksa apakah ada penyusup gelap penyadapan oleh oknum swasta ilegal. Kami juga minta pengetatan soal perlindungan data pelanggan, registrasi, dan informasi pribadi," kata Tifatul.
Tifatul mengatakan, operator telekomunikasi juga harus memeriksa ulang keamanan jalur komunikasi yang dipakai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Keamanan jalur komunikasi RI-1 dan RI-2 ini harus memenuhi standar keamanan VVIP.
Perangkat lunak yang digunakan operator telekomunikasi juga harus diaudit. Dikhawatirkan, ada program berbahaya yang disisipkan oleh vendor penyedia infrastruktur serta layanan telekomunikasi.
Operator telekomunikasi harus menyerahkan hasil evaluasinya dalam sepekan kepada Kemenkominfo. "Kita minta klarifikasi dan hasil audit mereka. Jika ada pelanggaran, maka akan kita kenai sanksi sesuai UU Telekomunikasi dan UU ITE," ujar Tifatul.
Direktur Jaringan Telkomsel Abdus Somad mengatakan, sejauh ini pihaknya telah memenuhi semua standar dan prosedur yang berlaku, baik itu mengikuti standar International Telecommunication Union (ITU) maupun Global System for Mobile Association (GSMA).
"Apakah ada penyusup di dalam? Secara prosedur tidak ada karena semua sudah sesuai aturan," terang Abdus.
Aksi penyadapan bertentangan dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang melarang setiap orang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi. Penyadapan juga dilarang dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi, adalah kurungan penjara maksimal 15 tahun. Sementara itu, di Pasal 47 UU ITE, hukuman maksimal atas kegiatan penyadapan adalah penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp 800 juta.
Menurut Tifatul, penyadapan dimungkinkan untuk tujuan hukum. Ada lima aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penyadapan, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, Kejaksaan, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Pada Kamis (21/11/2013), di kantor Kemenkominfo di Jakarta, Tifatul menggelar rapat dengan petinggi perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Ia meminta perusahaan telekomunikasi memeriksa dan mengevaluasi ulang seluruh sistem keamanan jaringan.
"Kami instruksikan mereka untuk memeriksa apakah ada penyusup gelap penyadapan oleh oknum swasta ilegal. Kami juga minta pengetatan soal perlindungan data pelanggan, registrasi, dan informasi pribadi," kata Tifatul.
Tifatul mengatakan, operator telekomunikasi juga harus memeriksa ulang keamanan jalur komunikasi yang dipakai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Keamanan jalur komunikasi RI-1 dan RI-2 ini harus memenuhi standar keamanan VVIP.
Perangkat lunak yang digunakan operator telekomunikasi juga harus diaudit. Dikhawatirkan, ada program berbahaya yang disisipkan oleh vendor penyedia infrastruktur serta layanan telekomunikasi.
Operator telekomunikasi harus menyerahkan hasil evaluasinya dalam sepekan kepada Kemenkominfo. "Kita minta klarifikasi dan hasil audit mereka. Jika ada pelanggaran, maka akan kita kenai sanksi sesuai UU Telekomunikasi dan UU ITE," ujar Tifatul.
Direktur Jaringan Telkomsel Abdus Somad mengatakan, sejauh ini pihaknya telah memenuhi semua standar dan prosedur yang berlaku, baik itu mengikuti standar International Telecommunication Union (ITU) maupun Global System for Mobile Association (GSMA).
"Apakah ada penyusup di dalam? Secara prosedur tidak ada karena semua sudah sesuai aturan," terang Abdus.
Aksi penyadapan bertentangan dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang melarang setiap orang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi. Penyadapan juga dilarang dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi, adalah kurungan penjara maksimal 15 tahun. Sementara itu, di Pasal 47 UU ITE, hukuman maksimal atas kegiatan penyadapan adalah penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp 800 juta.
Menurut Tifatul, penyadapan dimungkinkan untuk tujuan hukum. Ada lima aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penyadapan, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, Kejaksaan, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar